Home » » Menghadapi perang Global (1)

Menghadapi perang Global (1)

/ Wednesday, September 19, 2012 /
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung." (al-Anfal:45).
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
A. Persatuan Umat (Ittihadul-Ummah) Entah, bahasa apa yang dapat membekas di hati kita agar memahami makna dan pentingya persatuan umat (ittihadul-ummah). Kepedihan sejarah yang mendera umat Islam selama ini dikarenakan hilangnya harga diri (muru'ah) terhadap persatuan. Dan kalau ada, keinginan tersebut seringkali hanyalah sekedar pemanis pidato dan retorika. Nurani terasa bergetar setiap mendengarkan gelora para mubaligh cerdik yang "menggelitik" agar kita mau melepaskan segala kebanggaan terhadap suatu golongan ('ashabiyah) dan menggantinya dengan "jubah" jamaah: satu komando (imamah), satu jamaah, satu harakah. Sesekali iman terasa segar karena mendengarkan firman Allah: "Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang akan mendapat siksa yang berat." (Ali Imran: 105)


Akan tetapi, alangkah sedihnya nasib persatuan umat. Alangkah berdukanya pelita persaudaraan. Seruan dan untaian ayat tersebut bagaikan angin lalu. Sesaat angin berhembus penuh harapan, lalu diam. Mereka pun kembali asyik dengan dirinya sendiri, golongan, dan mazhabnya masing-masing. Seakan-akan, mata hati dan pendengarannya telah buta dan tuli untuk melihat dan mendengarkan jeritan umat yang tercabik oleh angkara zionis Yahudi dan kaum kafir yang "melahap" hampir seluruh pori-pori tubuh umat yang mengaku beragama Islam. Lantas, bahasa seperti apakah yang paling memukau dan menggerakkan jiwa untuk membuat kita mengerti. Padahal, betapa di luar tempat ibadah masih terlalu banyak persoalan umat. Betapa di lapangan kehidupan nyata, jiwa umat tercabik dan terkoyak serta kehilangan arah dan panduan. Bagaikan tidak mengenal kata "kapok", para pemimpin umat tidak pernah ingin "meleburkan" dirinya dalam satu barisan dan bangunan yang kokoh, yaitu jamaah. Kalau saja kita mau merenung dengan hati seorang yang tulus dan ikhlas secara mendalam.

Apalah artinya partai, golongan, dan organisasi, kalau semua itu hanya dijadikan sekadar alat dan bukanlah tujuan. Kalau saja kita memang bergemuruh ingin menjayakan Islam dan umatnya, lantas beban apakah yang paling berat untuk melepaskan atribut, ketua, pemimpin, atau apa pun jabatan organisasi demi persatuan umat. Kiranya, kita masih membutuhkan lebih banyak negarawan yang berpihak kepada umat keseluruhan dan tidak cukup sekadar menapakkan wajah politisi yang hanya mempunyai ambisi memenangkan partai atau golongannya. Sindiran Rasulullah SAW yang mengatakan umat Islam yang banyak tetapi bagaikan buih yang tidak lagi menggugah jiwa. Kebanggaan kelompok dan sikap egois telah membuat kita terpecah bagaikan makanan yang terhidang nikmat untuk diperebutkan orang-orang lapar.

Memang kelihatannya kita sama-sama bekerja, padahal tidak pernah mau bekerja sama. Kalau ada, itu pun hanya sekadar simbol. Tidak pernah sampai pada tujuannya yang paling substansial. Umat merintih pedih karena kita tidak lagi mempunyai khilafah. Wajah umat mengharu-biru karena tidak ada lagi arah dan tempat mengadu. Ketika sepatu laars tentara zionis menapakkan kakinya di hamparan kehidupan, mengepulkan asap, dan debu-debu kemenangan, juga merampas dan memburu diri kita yang terpenjara dalam "strategi 9F": 1. Finance/fund (keuangan), 2. Food (makanan), 3. Film (film), 4. Fashion (busana), 5. Fun (kesenangan), 6. Fiction (khayalan), 7. Faith (kepercayaan), 8. Friction (perpecahan), dan 9. Fitnah.

Kita semua bagaikan terkena hipnotis, tidak berdaya, bahkan tanpa perasaan berdosa sedikit pun, berpura pura menyambutnya dengan penuh antusias. Dari hari ke hari, perangkap itu semakin mengikat, membelenggu cara berpikir, bahkan cara berbudaya yang menyebabkan kita lupa dengan firman Nya: "Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebagian dari orang-orang yang diberi Al-Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman." (Ali Imran: 100) Peringatan Allah tidak lagi menggetarkan nurani kita, tidak juga jiwa para pemimpin umat yang seharusnya dengan gigih tidak mengenal lelah memperjuangkan cita-cita luhur memenuhi seruan Ilahi yang dengan sangat jelas menyerukan kepada terwujudnya persatuan umat (ittihadul ummah).

Rasulullah SAW bersabda, "Aku wasiatkan kepada kalian (agar mengikuti) para sahabat kepada generasi berikutnya, kemudian kepada generasi berikutnya. Kalian harus berjamaah. Waspadalah terhadap perpecahan, karena sesungguhnya setan bersama orang yang sendirian. Dia akan lebih jauh dari dua orang. Barangsiapa menginginkan bau wangi surga maka hendaklah tetap teguh dengan jamaah." (HR at-Tirmidzi). Dalam hal ini, jelaslah bahwa wasiat Rasulullah saw telah diabaikan dan diganti oleh sebagian umat dengan mengangkat benderanya masing masing dengan penuh kebanggaan. Sungguh mustahil apabila ada anggota partai atau golongan yang tidak mempunyai kebanggaan terhadap partai atau golongannya. Sebab apabila tidak, berarti mereka termasuk seorang anggota yang tidak memiliki loyalitas, menurut rekan-rekan separtai atau segolongannya walaupun sering kita mendengar berbagai alasan rasional dari para anggotanya, bahwa partai dan golongan hanyalah sekadar alat dan siasat. Untuk itu, ada baiknya sesekali kita merenungkan ayat dan hadits tentang jamaah dan persatuan umat Setelah melakukan perenungan tersebut, kini saatnya untuk melihat dengan mata hati kita yang paling tajam.

Tangkaplah deru perjuangan dengan akal kita yang paling cemerlang; tidakkah pada hakikatnya kita telah terperangkap dalam jebakan zionis Yahudi yang berseru lantang: "Lumpuhkan umat Islam, penjarakan mereka dengan kebanggaan partai dan kelompoknya masing masing, karena hanya dengan cara itu kita (para pengikut kaum zionis) mampu menguasai mereka." Padahal, kalau saja bisikan nurani didengar dengan jujur, pahamlah kita bahwa salah satu yang termasuk golongan musyrik itu, antara lain adalah mereka yang bangga dan fanatik dengan partai atau golongannya. Hal itu sebagaimana firman-Nya: ".. janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan; tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka." (ar-Rum: 31-32). "Kemudian mereka (pengikut-pengikut Rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah-belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing).'' (al-Mu'minun: 53).

Ayat tersebut seakan-akan mempertegas dan sekaligus menjadi garis pemisah (furqan) antara masyarakat muslim dan musyrikin. Sebuah batas kesadaran yang hanya dapat dipahami melalui perenungan serta kerendahan hati yang penuh rasa takut. Tentu saja, segudang argumentasi dapat disusun dengan rapi dan jenius untuk menyatakan bahwa perbedaan tersebut tidaklah menunjukkan perpecahan. Jelaslah bahwa dalih tersebut benar-benar hanya siasat dan bukan tujuan, melainkan alat. Untuk kesekian kalinya kita harus pahami bahwa apa pun bentuk siasat, takkik, metode, atau wasilah akhirnya berpulang kepada hati nurani kita masing-masing. Benarkah demikian? Benarkah ketika kita berargumentasi bahwa partai dan golongan itu hanya sekadar siasat dan tidak dipengaruhi unsur hawa nafsu fanatisme golongan atau 'ashabiyah?

Bagaimana mungkin kekuatan yang besar itu tidak berdaya berhadapan dengan musuh-musuh yang dengan sangat jelas ingin menghancurkan eksistensi sistem Islam. Bukankah Umar bin Khaththab r.a. telah mengatakan kalimat "bersayap" tentang persyaratan tegaknya Islam melalui: imamah, jama'ah, tha'ah, bai'at, sudah sangat jelas diuraikan. Setiap gerakan kehidupan tidak dapat terlepas dari sistem jamaah. Hidup dan berpartai sekalipun seharusnya bertumpu pada sistem jamaah (al hayatu wal-hizb huwal jama'ah). Tanpa berjamaah niscaya kita akan teperosok dalam sikap egois, individualistis, dan mengulangi pahitnya sejarah kekalahan Islam yang terusir dari Andalusia. Tragedi sejarah tanah Karbala yang memilukan, kecemerlangan Cordova dan Universitas Castilia di Andalusia telah sirna. Nurani yang tercabik hanya bisa bermadah sembilu, seperti bait berikut:

Karbala oh Karbala Jantung nubuwah memerah darah Hawa amarah mencabik ukhuwah Jeritan pewaris cinta Mengiringi umat semakin resah Cordova oh Cordova Sepenggal cahaya telah sirna Mutiara berbinar dari Andalusia Bangkit sejenak kemudian diam Cordova- al-Hambra Castilia dan Granada Hanya tinggal nama Tahukah Tuan, mengapa demikian? Karena umat berkelompok-kelompok Lupa hikmah dan petuah Tiada tegak Islam kecuali berjamaah Tiada jamaah kecuali imamah Tiada imamah kecuali tha'ah Jangan lukai jiwa bagaikan tragedi Karbala Atau kekalahan Cordova hanya ada satu kata, jamaah! Hanya satu jiwa la ilaha illallah

Tatanan khilafah telah runtuh dan diubah dengan sistem dinasti atau sistem yang sungguh jauh dari Al-Qur'an, walaupun lambat, tetapi pasti. Seluruh sistem yang tidak bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah Rasul dapat menyebabkan hilangnya jamaah. Seharusnya, para mubalig dan para pemimpin Islam tidak mengenal henti untuk memperkokoh barisan dan mempersatukan hati (ta'liful-quluub) untuk menuju satu sistem yang utuh, total, dan mencakup segala segi yang holistis (bersifat keseluruhan, ed.) agar terhindar dan tidak terkontaminasi oleh gaya pemikiran kaum kafir yang bersifat hedonistik, individualistis, dan sekuler. Nilai-nilai agama mereka buang di kotak sampah. Jiwa amarah membungkus para abdi nafsu dengan penuh ambisius, seraya mencatut nama rakyat.

Mereka pun menohok harga diri orang beragama. Moral, etika, dan sopan santun hanya sebuah kata yang semakin samar-samar, apalagi cinta dan akhlak karimah. Prinsip jamaah yang berdiri di atas tiang saling memahami (tafahum), saling bertanggung jawab (takaful), saling menolong serta saling membela (ta'awun), dan adil berkesimbangan (tawazun), kini hanya tinggal kenangan. Puing-puing yang sulit untuk dikumpulkan kembali, karena jiwa telah dinista oleh gaya berfikir yang jauh dari prinsip Islami. Padahal, dengan sangat jelas dan tandas, Allah telah menyerukan mereka dengan firman-Nya: "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (al-Baqarah: 208).

Totalitas gerakan tersebut tidak lain dalam satu ritme organisasi yang berada dalam sistem jamaah. Inilah kunci kemenangan umat Islam. Tidak pernah ada satu aksioma yang bisa memenangkan perjuangan umat Islam kecuali dalam sebuah tatanan jamaah. Lantas iman yang seperti apa lagi yang akan menafikan seruan Allah dengan firman-Nya, "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh." (ash-Shaff: 4).

Bagaimana mungkin bangunan menjadi kuat apabila tumpukan batanya berserakan? Bagaimana mungkin pula memenangkan peperangan apabila seluruh kekuatan tidak disatu-padukan dalam satu langkah, satu komando menuju kemenangan. Ayat tersebut merupakan aksioma Ilahiyah yang tidak bisa digugat. Selama umat Islam terkotak-kotak dan terpelanting dalam kolam-kolam yang kecil, maka ia tidak akan diperhitungkan, bahkan tidak akan dilihat dengan sebelah mata oleh musuh-musuhnya. Bagaikan buih. Keberadaan dan ketiadaannya sama saja. Batu bata betapapun mahal kualitasnya, tetaplah hanya sebuah batu bata. Akan tetapi, apabila mereka ditumpuk dan dikelola di bawah tangan seorang yang piawai, maka jadilah dinding bangunan yang kokoh. Mungkin, inilah keprihatinan yang teramat mendalam dari ucapan terakhir Rasulullah saw menjelang wafatnya beliau, "Umatku, umatku, umatku.".

Adakah beliau gundah melihat umatnya kelak yang terpecah-pecah? Adakah beliau berwasiat kepada kita semua agar mewujudkan cita-citanya untuk menjadi umat yang berjamaah? Kalau saja dugaan kita benar, betapa beliau merintihkan harapannya kepada kita. Dengan kata lain, apabila kita tetap tidak peduli dengan seruan persatuan umat, masih pantaskah kita berdiri dan mengaku pengikutnya? Sedangkan wasiat beliau agar tidak berkelompok (berfirqah), namun tidak sedikit pun yang mau memperjuangkannya? . Maka tidak ada kata yang paling mendesak untuk dilaksanakan, kecuali persatuan umat (ittihadul-ummah). Kalau saja dimungkinkan, seharusnya ada semacam reformasi pemikiran untuk menjadikan persatuan umat bagian dari rukun perjuangan umat Islam. Kalau saja diupayakan dengan penuh kesungguhan, kiranya persatuan umat dapat menjadi "pelajaran wajib", khususnya bagi putra-putri kita yang memasuki bangku sekolah.

Sayang, seruan ini hanya dianggap sebagai angin lalu. Persyaratan utama yang menyebabkan tidak datangnya pertolongan Allah, karena kita menganggap persatuan umat atau berjamaah hanya sebagai retorika belaka. Padahal, seruan ini bersumber pula dari wasiat suci baginda Rasulullah saw sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Umar, Rasulullah saw bersabda: "Umat Muhammad saw akan berada dalam kesesatan (selama tidak berjamaah), karena tangan Allah bersama jamaah. Barangsiapa menyempal maka dia menyempal ke neraka." (HR at-Tirmidzi). Oleh karena pentingnya hakikat berjamaah maka Rasulullah saw kembali menyerukan kita sebagaimana sabdanya, "Barangsiapa memisahkan diri dari jamaah, sejengkal kemudian dia mati maka matinya adalah mati jahiliah." (Muttafaq'alaih dari Ibnu Abbas).

Tidakkah kita merasa takut kepada Allah apabila seruan Rasulullah saw serta ayat-ayat muhkamat Nya --ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya-- kita abaikan? Ataukah jiwa kita telah dicuci oleh kenikmatan dunia, harta; dan ambisi kekuasaan, sehingga dada kita kosong dari kesadaran (zikir) akan pentingnya partai Allah; yang berorientasikan pada satu pimpinan; satu gerakan satu kekuatan, Islam bersatu? Air mata mengalir dari jiwa yang merintih karena diantara kita sudah kehilangan kesadaran perjuangan untuk meneruskan warisan suci ini. Padahal Allah berfirman, "Setan telah menguasai mereka, lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah, mereka itulah golongan setan. Ketahuilah bahwa sesungguhnya golongan setan itu golongan yang merugi." (al-Mujadilah: 19). Kita sangat mafhum bahwa ajaran setan dapat berwujud dalam bentuk apa pun juga. Dia menyelusup dalam otak manusia.

Dari produksi hasil pemikiran yang telah diselusupi setan itu adalah penolakan terhadap gairah Islamiyah untuk mempersatukan umat: Dengan gaya retorika dan logika palsunya, mereka berdendang, "Ini semua siasat bung! Kami tidak berpecah, kami tetap bersumberkan Al-Qur'an dan hadits." Alangkah naifnya cara berpikir seperti itu yang tercabut dari akarnya. Umat Islam bagaikan terlena dalam gemuruh ornamen dan hiasan duniawi yang "diimpor" dari pusat-pusat pergerakan zionis. Seperti ungkapan ini, "Siang hari kamu lupa bekerja dan lalai, wahai orang yang tertipu. Dan malam hari kamu lelap tertidur, sungguh celaka tidak terelakkan!" Kalau saja umat Islam terjaga dari tidurnya niscaya mereka memahami makna akidah sebagai keberpihakan penuh (kaffah). Mulai dari niat, alat, dan siasat haruslah berpihak pada Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana firman-Nya: "Dan barangsiapa mengambil Allah; Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang. " (al-Maa'idah: 56)

B. Perang Global Allah SWT berfirman, "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak senang kepadamu sehingga kamu mengikuti agama mereka...." (al-Baqarah: 120). Pihak zionis telah "memproklamasikan" perang global. Prajuritnya bukan dalam bentuk tentara berseragam dengan senjata konvensional, melainkan tentara dalam bentuk pemanfaatan dan pengembangan teknologi, seperti media massa, khususnya media elektronik/televisi. Musuh-musuh Islam sangat sadar bahwa umat Islam tidak bisa ditundukkan dengan senjata konvensional, betapapun berteknologi tinggi. Contohnya saja Negara Teluk yang diembargo oleh para zionis, bahkan diserang dengan kekuatan terpadu yang memakai sandi the blue star, tapi pada akhirnya dapat mengandaskan ambisi "Yahudi besar'' Amerika (sedangkan Yahudi kecilnya adalah Israel) Begitu pula dengan Uni Soviet dan Rusia "terkapar" tidak mampu menghancurkan semangat jihad kaum Mujahidin Afghanistan. Tentara Amerika pilihan tidak pula mampu menghantam negara Sudan maupun Libya. Mereka harus mengganti taktik, yaitu menghancurkan umat Islam dengan serangan budaya, ekonomi, sosial, dan politik. Mulailah dengan memecah-belah diantara mereka dan membiarkan kita memetik buah dari konffik internal umat Islam sendiri.

Alvin Toffler dalam bukunya Powershift (Pergeseran Kekuasaan) ketika membahas bab "Gladiator Global" menguraikan dengan sangat terperinci tentang kekuatan global gereja Katolik. Mereka mengirimkan para diplomatnya yang sangat terlatih untuk memberikan pengaruh di daerah mereka bertugas. Mereka harus menunjukkan aktivitasnya yang simpatik, melebur dalam denyut kehidupan sosio-politik dengan menghidupkan seluruh jaringan gereja. Jaringan ini bukanlah hanya sekadar rencana di atas meja, tetapi sebuah "panggilan suci". Kita dapati hasilriya mulai tampak nyata, mulai dari Filipina sampai Panama. Gereja Polandia semakin menujukkan wibawanya sebagai "pemerintah yang tenang" (the silent government) dan dikagumi karena keberhasilannya mempengaruhi kaum buruh solidarinos melawan rezim Komunis. Para diplomat Vatikan mengakui bahwa berbagai perubahan yang terjadi seluruh Eropa Timur sebagian besar dipicu oleh Paus Johanes Paulus II yang didasarkan kepada obsesinya untuk membangun "kerajaan Tuhan" di dunia. Kebijakan Paus merujuk pada dokumen yang beredar di berbagai ibu kota Eropa pada tahun 1918, isinya mendesak pembentukan negara-negara super Katolik yang terdiri atas: Bavaria, Hongaria, Austria, Kroasia, Bohemia, Slovakia, dan Polandia.

Usulan Paus mengenai Eropa yang Kristen, dewasa ini, mencakup seluruh Eropa, mulai dari Atlantik sampai Pegunungan Ural dengan populasi 700 juta jiwa (A. Toffler, Powershifi: 1990). Semangat kesaksian mereka sungguh sangat mengagumkan. Mereka ditunjang oleh kekuatan dan profesionalisme, mempunyai dana, organisasi, sumber daya manusia dengan semangat "keterpanggilan" yang luar biasa. Setiap hari kerja, peta dunia digelar di meja para pembantu Paus di Vatikan. Peta dunia dianalisis dan diberikan berbagai catatan kecil sebagai petunjuk penilaian pencapaian gerakan para "prajurit Tuhan". Dari meja kepausan di Vatikan disebarkanlah jutaan pesan-pesan ke pelosok bumi. Dari mulai keuskupan di ibu kota sampai hutan belukar di pedalaman Afrika dan Papua Nugini. Jutaan buku di perpustakaan disunting dan dibuatkan kliping serta garis besarnya untuk melengkapi bahan para "prajurit tuhan" melaksanakan kesaksian sucinya. Mereka membentuk ikatan para ahli, mulai dari sejarawan, antropolog, dokter, pekerja sosial yang menguasai berbagai bahasa, kebiasaan, budaya, sosial-ekonomi, bahkan kecenderungan politiknya. Mereka mendirikan berbagai pendekatan kemanusiaan yang berkualitas, mulai dari panti asuhan, rumah sakit, lembaga pendidikan sampai pada penampungan rumah jompo.

Kaum zionis bersatu padu untuk menghantam dan menenggelamkan gerakan dan gairah dakwah Islamiyah. Itulah sebabnya, dalam perang global yang tidak "berbau" mesiu, tetapi "beraromakan" dunia materi hedonistik, mereka selundupkan ke pelosok negeri, umat Islam diingatkan Allah sebagaimana firman-Nya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu), sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Dan barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (al-Maa'idah: 51). Memang, kita tidak memilih "orang" dari kaum kafir untuk menjadi pemimpin. Akan tetapi sungguh sayang--disadari atau tidak--dengan penuh suka cita, kita menari dan mereguk seluruh umpan yang mereka taburkan dari pusat-pusat pengendalian mereka. Kita merasa menang dan bersorak, dengan penuh kebahagiaan yang meluap. Padahal di belahan bumi Barat, kaum zionis "mengangkat gelas" kemenangan menyaksikan umat yang telah kehilangan kepribadian (muru'ah) dan terpecah dalam kelompoknya (firqah)

C. Kerajaan Tuhan (The Kingdom of God) Gerakan pengkafiran yang memikat dan ditunjang oleh sumber daya manusia, dana, serta teknologi menyebabkan usaha untuk mengkafirkan umat Islam, secara perlahan tapi pasti berhasil dalam waktu yang relatif singkat. Pembagian "kue" (wilayah) yang diawali semangat conquistador antara Spanyol dan Portugis, kini menjadi kenyataan. Mulai dari Papua Nugini, Timor Timur, Filipina, Hongkong, Makao, sampai pantai-pantai dan pelosok Afrika Selatan dan Pantai Gading. Akan tetapi, mereka menghadapi kepedihan yang memalukan di Indonesia. Belanda --mayoritas Protestan-- yang menjajah dan memeras habis-habisan sumber daya alam dan penduduk pribumi selama 350 tahun, tidak mampu menjadikan Kristen sebagai agama mayoritas di Indonesia. Berbeda dengan Filipina, mereka berhasil menjadikan Katolik mayoritas di sana. Kegagalan ini menjadi luka yang menganga dan membangkitkan perhatian serta ambisi Vatikan untuk memprioritaskan Indonesia sebagai salah satu bentuk sukses misinya di masa depan. Maka, mereka pun "melirik" dengan sangat tajam kepada masalah Timor Timur. Sebuah tempat strategis yang baru saja ditinggalkan Portugis untuk dimasukkan dalam peta kesaksian "prajurit Tuhan".

Masalah Timtim secara terus-menerus dijadikan isu politik internasional yang benar-benar memojokkan Indonesia di mata dunia. Bukan tidak mungkin Timtim yang diperjuangkan dengan darah dan dana harus segera merdeka lepas dari Indonesia, akan mengundang "Yahudi besar" (pemerintah Amerika) membangun pangkalan militernya untuk menjadi "penyengat" stabilitas dari gangguan "raksasa" Cina, sekaligus melindungi kepentingan Amerika sebagai polisi internasional, atau mungkin bentuk imperialisme gaya baru? Atau Timor Timur sebagai pengganti pangkalan militer di Subic Filipina. Dan kalaupun Timtim merdeka, pihak zionis tentunya akan melepaskan peluangnya untuk membangun habis-habisan Timtim, sekaligus mempermalukan Indonesia dan mengusik kecemburuan pulau lainnya. Para prajurit ABRI yang gugur atau cacat karena pengabdiannya kepada negara (pada Operasi Seroja) harus sia-sia belaka. Bagaikan veteran Amerika yang pulang dari Vietnam bukan untuk mendapatkan pujian, tetapi cemooh belaka yang mereka terima. Bagaikan mengulang nostalgia lama, ketika Cornelis de Houtman menginjakkan kakinya di bumi Nusantara dan Jan Pieter Zoon Coon sukses memimpin VOC (Verenigde Oos Indische Compagnie) dan berhasil menguasai seluruh kota Jayakarta, yang kemudian digantinya dengan nama Batavia pada tanggal 30 Mei 1619 dan menjadikan kota Batavia sebagai "kerajaan kecil" (koningcrijk). Inilah awal pembagian "kue" wilayah yang akan dimisikan, Indonesia yang subur dan berlimpah dengan rempah-rempah tersebut.

Perseteruan Belanda (Protestan) dan Portugis (Katolik) diteruskan tidak di daratan Eropa saja, tetapi meluas hingga pembagian kekuasaan di Timur Jauh. Sejak semula, Belanda sangat membenci Portugis karena bersekutu dengan Spanyol. Sebagai pengikut Protestan, Belanda tidak senang melihat perluasan Katolik yang sedang dikembangkan Portugis di Maluku. Tujuan Belanda sudah sangat jelas, yaitu menggeser dominasi Portugis yang sekaligus menggeser Katolik diganti dengan Protestan (K.H. Ahmad Zuhril: 1980). Kaum zionis ingin memanfaatkan segala sentimen yang ada di Indonesia. Warna budaya yang rukun harus digoncang. Kecemburuan sosial dan agama harus dipertentangkan secara diametral. Bila Katolik memperoleh Timor Timur, lantas daerah mana yang paling tepat untuk kedudukan Protestan?

Kita harus waspada, jangan sampai Indonesia dibagi dan dipecah menjadi negara-negara kecil agar mudah dilakukan pengawasan dan melakukan negoisasi kepentingannya. Keberhasilan mereka meruntuhkan negara Beruang Merah, Uni Soviet dan Rusia, menjadi pemicu dan menambah keyakinan untuk membangun kembali menara Babil, Kerajaan Tuhan zionis yang mengangkangi seluruh dunia sebagai bukti semangat imperialisme, sekaligus balas dendam kepada seluruh bangsa yang menyebabkan dirinya mereka terdiaspora (tercerai-berai). Hampir seluruh negara yang mayoritas penduduknya Islam telah mereka haru-birukan.

Negara-negara yang mayoritas Islam penduduknya, mereka buat resah dan selalu saja ada pekerjaan rumah yang menyita perhatian lebih bagi negara tersebut, sehingga ia lupa untuk membangun ekonominya. Misalnya, Arab Saudi yang kaya dengan sumber daya alamnya, yaitu minyaknya. Semula Arab Saudi diharapkan dapat menjadi sumber dana bagi negara Islam lainnya, namun kini ia lumpuh tidak berdaya. Seluruh kekayaan minyaknya dieksplorasi dan dikuasai oleh perusahaan multinasional Amerika. Perang Teluk telah melumpuhkan negara negara Timur Tengah. Irak yang masih bisa bertahan dengan embargo Amerika beberapa waktu yang lalu, hampir sulit mengembangkan dirinya dalam bayangan pengawasan konspirasi zionis yang sudah menguasai dunia. Sedangkan Libya, mereka biarkan sedemikian rupa sebagai sparing partner untuk menjadi konsumsi berita dunia. Para zionis dengan "mata Lucifer nya" mengerlingkan arahnya ke negeri zamrud khatulistiwa, yaitu Indonesia. Indonesia mereka anggap mulai kurang ajar karena berani-beraninya melecehkan pemerintah Amerika dengan membatalkan pembelian pesawat jet tempur F-16 produksinya, lalu melirik dan membeli pesawat jet tempur Mirage buatan Eropa. Indonesia mereka anggap pula telah menantangnya dengan memasukkan Myanmar ke dalam tubuh ASEAN dan juga telah bertingkah dengan menyelenggarakan Asia Pacific Economic (APEC) dan menggelar pertemuan internasional, seperti Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan KTT non-Blok.

Untuk itu, mereka harus berlomba dengan keberhasilan ekonomi Indonesia agar pemerintah Indonesia tidak mampu membangun seluruh negerinya. Pembangunan ekonomi oleh pemerintah Republik Indonesia
--karena Indonesia mayoritas penduduknya Islam yang terbesar di dunia
-- mereka anggap sebagai "duri" yang bertambah menghalangi gerakan Kristenisasi. Tingkat pertumbuhan ekonominya yang melesat harus dihambat, bahkan dihancurkan. Catatan Biro Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 1976 adalah 54,4 juta atau 40 persen dari jumlah penduduk ternyata menurun dengan sangat drastis menjadi 25,9 juta atau 13,7 persen pada tahun 1993, sebuah angka yang menakjubkan. Pokoknya, dengan segala tekad

--pemerintah pada waktu itu menyatakan perang dengan kemiskinan
-- pemerintah sadar bahwa kemiskinan hanya akan menyuburkan kembalinya paham komunis.

Pemerintah juga sadar bahwa inilah cara untuk menyelamatkan umat sesuai dengan sabda Rasulullah SAW "Kefakiran itu mendekatkan seseorang kepada kekufuran." Menurut laporan Bank Dunia (1990) pada tahun 1967, pendapatan per kapita (GNP) Indonesia hanya 50 dolar Amerika, yaitu separo pendapatan per kapita (GNP) India, Bangladesh, dan Nigeria. Akan tetapi, mulai tahun 1980 pendapatan per kapita Indonesia melesat hampir mencapai 500 dolar Amerika per kapita yang berarti 30 persen lebih tinggi daripada pendapatan per kapita (GNP) India Lalu, 49 persen lebih tinggi dari pendapatan per kapita (GNP) Nigeria, dan 150 persen lebih tinggi daripada pendapatan per kapita (GNP) Bangladesh.

Pemerintah relatif sukses dalam mewujudkan tujuan ganda mencapai pertumbuhan ekonomi yang cepat dan memastikan distribusi pendapatan yang lebih seimbang. GNP riel tumbuh sampai sekitar 6,5 persen per tahun selama tahun 1974-1978, dengan pertumbuhan pertanian sampai 4 persen per tahun. Konsumsi pribadi per kapitanya juga meningkat.1 Keberpihakan pemerintah yang membuka lebar kesempatan lebih luas kepada umat Islam, setelah dua puluh tahun hanya sebagai masyarakat marjinal yang tersisih (mustad'afin) dan tidak mempunyai akses, ternyata menambah cemburu dan marah kaum zionis. Keberhasilan ekonomi hanya akan memperkuat umat Islam di masa mendatang dan inilah yang membuat kaum zionis sangat tidak menyukainya. Keberhasilan perekonomian Indonesia hanya akan menguntungkan umat Islam yang mayoritas di Indonesia. Pendapatan per kapita yang meningkat tajam, walaupun belum merata, telah memberikan harapan bagi kelompok menengah sehingga mereka mampu membiayai pendidikan lebih baik.

Mahasiswa yang berlatar belakang Islam juga telah mendapatkan bea siswa untuk sekolah ke luar negeri. Hal itulah yang dikhawatirkan oleh para zionis bahwa mahasiswa-mahasiswa tersebut nantinya akan menjadi "intelektual baru muslim" (the new intelectual moslem) yang akan memegang kendali pemerintahan Indonesia di masa mendatang. Kekhawatiran ini semakin beralasan ketika seluruh "saluran" dibuka aksesnya untuk menuju pengambilan keputusan sehingga mulai longgar pintu kekuatan ekonomi politik yang sebelumnya terkunci rapat, mulai dibuka. Bagaikan pertobatan besar maka dimulailah "pencerahan" dengan cara membuka akses bagi umat Islam yang selama ini menjadi mayoritas yang tertindas. Kemudian berdirilah Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Bank Muamalat, dan BPR Syari'ah mulai merebak di mana-mana --sebagai landasan ekonomi Islam.

Konferensi-konferensi internasionai pun digelar dan diselenggarakan oleh Indonesia, antara lain: KTT non Blok, OKI, dan OPEC. Bahkan, dengan naiknya wibawa Indonesia di mata ASEAN, bagi kaum zionis dapat merusak rencana yang telah mereka strategikan "petanya" di atas meja. Lebih menyakitkan mereka lagi ketika Myanmar yang telah mendapatkan tekanan dari Amerika, diimbau oleh Indonesia untuk menjadi bagian anggota ASEAN. Juga yang membuat mereka kesal pula bahwa para anggota legislatif Indonesia didominasi oleh umat Islam, termasuk isu adanya "ABRI hijau". Gema dakwah mulai bertalu-talu. Betapapun orang mengatakan bahwa dakwah hanyalah baru menyentuh simbol-simbol, tetapi justru itulah kuncinya. Dengan simbol itu, harapan umat Islam mulai merebak mekar dan memberikan gairah yang membahana. Tuntutan para mujahid yang dipenjara, selangkah demi selangkah mulai dipenuhi. Umat Islam mulai diberikan haknya secara proporsional, sehingga semarak dakwah kian luar biasa. Derap langkah nuansa Islam semakin menyeruak tatkala kabinet mulai diduduki oleh mayoritas Islam, yang selama beberapa tahun lalu jabatan strategis selalu dipegang oleh nonmuslim.

Di lain pihak, APEC dan AFTA akan segera diberlakukan. Bila Indonesia di bidang ekonominya sudah telanjur berjaya, niscaya neraca transaksi perdagangannya tidak mengalami defisit Oleh karena itulah, kaum zionis berkesimpulan bahwa apabila Indonesia tidak dilumpuhkan maka barang produksi mereka tidak dapat mendominasi pasar di Indonesia. Bahkan sebaliknya, Indonesia yang akan mengekspor barangnya ke pasar mereka, yaitu dunia Barat. Pokoknya, semua perkembangan di Indonesia yang "mementaskan" umat Islam dalam gelanggang pemerintah telah menjadi kecemburuan kaum zionis, yang lalu memicu akselerasi mereka untuk menghancurkan Indonesia.

Hal seperti itu tidak bisa dibiarkan. Para zionis kafir bersemboyan, "Jangan sekali-kali membiarkan pintu terbuka untuk umat Islam." Oleh Karena, hanya dengan memiskinkan umat Islam, maka gerakan zionisme lebih mudah bergerak. Terlebih lagi, dengan banyaknya "borok" yang bergelimangan di lingkungan birokrat dan pengusaha. Yaitu, para birokrat dan pengusaha yang menjadi penguasa, atau sebaliknya penguasa yang menjadi pengusaha. Mulai dari korupsi yang sudah "mendarah daging" sampai yang "mewabah". Kolusi yang menyebabkan tumbuhnya kekuasaan tersembunyi yang dikuasai oleh segelintir manusia dan golongan, serta pertumbuhan ekonomi yang tidak merata antara kelompok "penikmat kebijakan" (kalangan atas atau the ruling class) dan masyarakat yang lemah {dizalimi; mustad'afin) merupakan "pemicu" yang paling mudah meletup untuk mempercepat kehancuran seluruh tatanan yang ada.

Oleh karena pertumbuhan ekonomi yang melesat tersebut, kondisinya tidak melibatkan "arus bawah" dan telah melahirkan kesenjangan serta kecemburuan sosial yang melebar. Sehingga pertumbuham ekonomi berdiri di atas fondasi yang sangat keropos, tidak mempunyai akar fundamental yang kuat. Peredaran uang dan kebijaksanaan ekonomi hanya beredar di tangan para Cina keturunan, yang melebarkan pengaruhnya ke tepian kekuasaan. Politik monolitik (politik yang berpihak pada satu golongan, ed): represif, dan kesenjangan ekonomi, serta gaya hidup kaum yang berpunya telah menjadi pemacu utama timbulnya "kegundahan" rakyat kecil yang merasa hak asasinya tersumbat dan sulit menembus benteng-benteng kekuasaan. Ini semua adalah "ranjau-ranjau" keresahan sosial yang setiap saat dapat menjadi pemicu terjadinya "bom" perlawanan rakyat Dalam perang global ini (ghazwul-frkri), "tangan-tangan" perbankan zionis mulai bergerak.

Yayasan Quantum milik George Soros diberi tugas untuk melakukan intervensi ekonomi global melalui strategi moneter internasional. Percobaan pengintervensiannya yang pertama dilakukan di Thailand dan Korea, dengan harapan dampaknya akan memurukkan rupiah dari lalu lintas mata uang dunia. George Soros berhasil, Indonesia hancur secara ekonomi dan merembet ke bidang-bidang vital lainnya, sebuah tindakan licik seorang Yahudi yang tidak sudi umat Islam berjaya. Hal ini sekaligus membuktikan kebenaran firman Allah: "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak pernah akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama. mereka. Katakanlah, 'Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar).'

Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (al-Baqarah:120). Sementara, kedatangan dan pertolongan International Monetery Fund (IMF) dianggap oleh kita sebagai "juru penyelamat" (Mesiah) agar Indonesia dapat keluar dari krisis moneter dan ekonomi yang menghimpit. IMF, yang 80 persen dananya diperoleh dari para donatur Amerika, yang notabenenya kaum zionis serta kekuatan lobi Yahudi, telah memaksa Indonesia agar menerima segala klausul persyaratan yang sangat "menjerembabkan" Indonesia ke keterpurukan yang semakin dalam. Padahal, justru terbukti bahwa strategi IMF tidak memberikan solusi apa pun bagi krisis yang melanda Indonesia, justru membuat Indonesia bergantung terhadap utang-utang baru.

Hal itu pun justru menjerat Indonesia untuk terikat akan sistem kebijakan ekonomi negara yang memberikan pinjaman. Kemudian setelah agen-agen zionis licik tersebut telah berhasil memiskinkan Indonesia yang semakin terpuruk, lalu langkah-langkah "prajurit Tuhan" akan lebih mudah menancapkan panji-panjinya di bumi Nusantara. Jatuhnya harga saham, dengan harga indeks gabungan yang sangat murah, akan mendorong para pengusaha zionis untuk memborong saham-saham tersebut. Itulah sebabnya, salah satu lobi mereka yang sangat agresif adalah mengarahkan pemerintah Indonesia agar mengizinkan perusahaan asing menguasai saham sebesar-besarnya dan kalau perlu secara keseluruhan, 100 persen.

Dengan cara seperti ini, kelak seluruh infrastruktur, perusahaan, dan jaringan usaha akan dikuasai oleh perusahaan mereka. Mulailah era penjajahan ekonomi global, khususnya penindasan gerak ekonomi umat Islam di Indonesia. Lantas pujian indah untuk Indonesia yang biasa disebut sebagai "sepotong surga" yang dipindahkan ke dunia, kini berubah menjadi sebuah "potongan kesengsaraan". Cita-cita kaum zionis untuk menguasai dunia, diawali dengan penguasaan total terhadap perekonomian dan sistem moneter dunia. Myron Pagan dalam tulisannya, A Satanic Plot for a One World Government menyebutkan bahwa para Iluminasi terdiri atas orang-orang elite. Mereka yang menjadi pimpinan puncaknya harus mengontrol para bankir internasional.

Sumber: http://riverdeathcinema.blogspot.com/2012/03/menghadapi-perang-global-1.html

0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Situs UTAMA

Terkait dengan edianya: Macan Software

klik DISINI

Tayangan minggu lalu

page title images

page title images

<======================================= =>

Microsoft Home Page
Google Support
Adobe Solutions

 
Copyright © 2010-2013 WARNING, All rights reserved
Design by DZignine . Powered by Blogger
Top