Home » » Menjadi Orang Yang Berinisiatif

Menjadi Orang Yang Berinisiatif

/ Friday, September 14, 2012 /

Definisi pengertian dari inisiatif.  Berinisiatif berasal dari kata inisiatif, menurut kamus inisiatif berarti usaha sendiri, langkah awal, ide baru. Berinisiatif berarti mengembangkan dan memberdayakan sector kreatifitas daya pikir manusia, untuk merencanakan idea tau buah pikiran menjadi konsep yang baru yang pada gilirannya diharapkan dapat berdaya guna dan bermanfaat. 

Manusia yang berinisiatif adalah manusia yang tanggap terhadap segala perkembangan yakni manusia yang pandai membaca, menghimpun dan meneliti (iqra), manusia yang inisiatif juga dapat memanfaatkan setiap peluang di setiap pergantian waktu, dan menjadikannya sebagai kreasi yang berarti. 

Keistimewaan dari inisiatif ini sendiri yaitu mampu mencermagti kreasi Tuhan, selanjutnya menjadikan bahan renungan atau kreatifitas berpikir dalam semua waktu dan tempat, kemudian membuat kreasi baru (karya baru) atau berinisiatif memproduksi semua potensi menjadi berdaya guna.


Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/psychology/2092975-pengertian-inisiatif/



Menjadi Orang Yang Berinisiatif

  Kategori Organisasi Industri
  Oleh : Ubaydillah, AN
  Jakarta, 02 April 2008

  
Inisiatif Rendah & Tinggi

Secara naluri, kita menyukai orang-orang yang punya inisiatif. Atasan menyukai  bawahan yang punya inisiatif. Bawahan menyukai atasan yang banyak inisiatif. Kita menyukai rekan kerja yang punya inisiatif. Apa itu inisiatif? Kalau melihat konsep pengembangan kompetensi, ternyata inisiatif itu termasuk  kompetensi mental (Soft Competency). Artinya, ia bukan bawaan. Ia adalah  kemampuan tertentu yang dikembangkan seseorang. Setiap orang punya skala / tingkatan inisiatif yang berbeda-beda, tergantung bagaimana orang itu mengembangkannya.



Dalam manajemen, inisiatif sering diterjemahkan dengan ketanggapan seseorang terhadap pekerjaan. Ketanggapan adalah kemampuan seseorang untuk bertindak  melebihi yang dibutuhkan atau yang dituntut dari pekerjaan. Ketanggapan adalah kemampuan seseorang dalam melakukan sesuatu tanpa menunggu perintah lebih dahulu. Ini semua dilakukan  dengan tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan hasil pekerjaan, untuk menciptakan peluang baru atau untuk menghindari timbulnya masalah yang (mungkin ) akan muncul.

Secara umum bisa dijelaskan di sini bahwa skala inisiatif seseorang itu bisa dikelompokkan menjadi tiga berikut:

Skala bawah adalah orang-orang yang model kerjanya menunggu perintah dari atasan atau hanya sebatas memenuhi job desk secara minimalis. Misalnya saja kita diterima sebagai receptionist tapi yang kita lakukan hanya sebatas mencatat telepon keluar-masuk. Ciri lainnya adalah orang yang model kerjanya butuh pengawasan serius dan terus-menerus. Jika pengawasan tidak ada pasti akan ada penyimpangan atau pelanggaran.

Skala menengah adalah orang-orang yang sudah bisa / mau melakukan sesuatu melebihi dari yang diwajibkan bahkan bisa melakukan sesuatu sampai ke level yang diharapkan. Anda tidak sekedar menjalankan apa yang wajib dan apa yang dilarang, melainkan sudah bisa dan mau memberikan sesuatu yang punya nilai plus bagi organisasi atau kantor. Anda tidak sekedar mencatat telepon keluar-masuk, melainkan sudah belajar meningkatkan kemampuan customer service, kemampuan berkomunikasi, dan seterusnya.

Skala  tinggi adalah orang-orang yang sudah bisa menciptakan peluang dan sudah bisa mengantisipasi ancaman untuk jangka panjang. Biasanya, kalau dikaitkan dengan aturan manajemen, ini dimiliki oleh orang-orang yang sudah diberi tanggung jawab, kebebasan, dan kemandirian dalam mengambil keputusan, misalnya saja: kepala divisi, kepala cabang, kepala tim, manajer, direktur operasional, dan lain-lain.
"Empat ciri orang yang punya inisiatif bagus: 
a) gigih dalam memperjuangkan sesuatu, 
b) mengkalkulasi peluang, 
c) berusaha melebihi dari yang ditugaskan, dan 

d) antisipasi terhadap masalah atau persiapan menyambut peluang."

(Spencer)
Tidak Berdiri Sendiri
Dalam prakteknya, kemampuan inisiatif ini ternyata tidak berdiri sendiri. Ia terkait dengan kemampuan lain. Artinya, tidak ada orang yang punya inisiatif hanya karena punya inisiatif. Ia punya inisiatif karena memiliki kemampuan lain yang mendukung inisiatif itu. Apa saja kemampuan yang mendukung itu?   Beberapa kemampuan yang mendukung itu adalah:

Pertama, motivasi atau dorongan untuk maju. Ini adalah yang paling mendasar. Motivasi adalah sumber utama inisiatif. Semakin tinggi motivasi seseorang berarti semakin bagus inisiatifnya. Apa ukuran motivasi yang tinggi itu? Ukurannya adalah ketika dorongan itu muncul dari dalam dirinya atau atas kesadarannya. Dorongan itulah yang membuat seseorang tidak mudah  merasa "puas" dengan apa yang ada (searcing for excellence).

Kedua, informasi, pengetahuan, dan keahlian. Ini sebetulnya pendukung dari yang pertama. Kalau dilihat dari fungsinya, ada dua fungsi yang dimainkan oleh informasi, pengetahuan dan keahlian itu. Kedua fungsi itu adalah memunculkan inisiatif dan memperbaiki hasil inisiatif. Inisiatif itu bukan sekedar punya gagasan, melainkan apakah gagasan itu menambah nilai plus atau tidak. Nilai plus ini hanya bisa diwujudkan apabila seseorang memiliki informasi, pengetahuan dan keahlian yang relevan.

Ketiga, perhatian terhadap tugas (concern for order). Salah satu ciri utama dari perhatian seseorang terhadap tugasnya adalah mengetahui batas peranannya di posisi tertentu. Perhatian ini menjadi penting karena yang namanya inisiatif itu bukan sekedar memunculkan gagasan yang "semau gue", melainkankan juga perlu melihat wilayah peranan tertentu dalam kaitannya dengan aturan organisasi secara menyeluruh. Jadi, untuk konteks dunia kerja, semakin tinggi perhatian seseorang terhadap tugasnya, berarti (kira-kira) semakin benarlah arah inisiatifnya. 

Keempat, jaringan. Semakin luas jaringan seseorang, kira-kira akan semakin banyak inisiatifnya dan akan semakin bagus kualitas inisiatifnya. Jaringan di sini bisa dibagi menjadi dua, yaitu: 
  1. jaringan internal (orang-orang yang se-kantor) dan 
  2. jaringan eksternal (orang luar). Kenapa jaringan ini penting? 


Untuk memunculkan inisiatif di tempat kerja terkadang harus melibatkan orang lain, entah itu atasan, sesasama, atau bawahan. Bahkan terkadang juga perlu melibatkan pihak luar. Jika kita lemah di sini, inisiatif kita sangat berpotensi gagal di lapangan. 

Kelima, dukungan dari manajemen. Manajemen yang "terlalu" menjaga wibawa atau yang terlalu "menakutkan" biasanya sulit diharapkan dapat menggali inisiatif-inisiatif cemerlang dari orang-orang dalam yang sudah ada. Malah terkadang lebih cenderung "membeli" inisiatif dari luar yang belum tentu cocok ketika diterapkan di dalam. Begitu juga manajemen yang memberikan kebebasan tanpa dasar yang  jelas. Misalnya saja tidak jelas peranan masing-masing orang. Inisiatif yang muncul biasanya inisiatif yang liar atau inisiatif untuk kepentingan pribadi-pribadi.
Jadi, sejauh kita berada di ruang lingkup organisasi kerja, institusi, atau manajemen, tugas kita sebetulnya ada dua, yaitu: meningkatkan kemampuan berinisiatif dan meningkatkan kemampuan dalam mendapatkan dukungan manajemen atas inisiatif itu. Jika yang kedua ini belum bisa kita lakukan, akan lebih baik kita berkonsentrasi pada tugas yang pertama saja.
"Sesuatu yang tidak bisa kita lakukan secara total, janganlah kita tinggalkan secara total pula."

Beberapa Panduan Umum
Kehidupan di tempat kerja itu memang penuh seni. Bahkan ada juga yang disebut office politicNamanya juga politik, pasti ada yang kotor dan ada yang tidak kotor. Semua pihak berharap agar kita punya inisiatif, tetapi ini tidak berarti kita boleh menafsirkan bahwa kita bebas berinisiatif. Banyak inisiatif bagus yang tidak mendapatkan respon atau malah ditolak gara-gara permainan politik atau gara-gara kepentingan tertentu.
Secara umum, ada beberapa panduan yang perlu diingat dalam meningkatkan kemampuan berinisiatif di ruang lingkup organisasi itu. Beberapa panduan itu antara lain:

Pertama, pertimbangkan biaya (cost) dan hasil. Ada beberapa pemimpin perusahaan atau kebijakan organisasi yang memberikan ruang untuk proses belajar (learning process) dengan "memaafkan" resikonya. Resiko belajar yang paling umum adalah salah, rugi atau gagal. Tetapi ujung-ujungnya tetap juga ada pertimbangan soal biaya dan hasil itu. Kenyataan ini mau tidak mau harus kita pahami bahwa setiap inisiatif yang kita miliki hendaknya jangan sampai menimbulkan kerugian atau mendapatkan hasil yang tidak sesuai dengan biayanya. Lebih-lebih jika tidak ada kebijakan organisasi untuk memaafkan resiko proses belajar itu. Ini bisa gawat. Lain soal kalau inisiatif itu dari awal sudah mendapatkan restu dari manajemen.

Kedua, membaca aturan manajemen. Aturan manajemen itu biasanya selalu ada dua, yaitu: aturan yang tertulis dan aturan yang tidak tertulis. Dua-duanya bila dilanggar bisa mendatangkan resiko. Kenyataan ini perlu kita pahami bahwa setiap inisiatif yang hendak kita munculkan perlu disesuaikan dengan kedua aturan itu. Beberapa perusahaan sudah memiliki kebijakan sendiri untuk mengatasi orang-orang yang punya inisiatif namun kerap melanggar (namun ini tidak semuanya). Lebih lengkapnya bisa Anda telaah di bawah ini  

INISIATIF
KESESUAIAN NILAI, KEBIJAKAN, ATURAN
AKSI
OK
OK
Didukung, dikembangkan dan dipertahankan
OK
Tidak OK
Diarahkan / dipertahankan
Tidak OK
OK
Dikembangkan / dipertahankan
Tidak OK
Tidak OK
Diperingatkan / diberhentikan

Ketiga, dahulukan kepentingan organisasi. Ini yang terpenting. Kalau yang kita dahulukan / utamakan adalah tujuan pribadi, akibatnya adalah konflik. Ini akibat yang paling kecil. Tapi kalau yang kita dahulukan adalah kepentingan organisasi, langkah kita akan selamat. Bukan hanya itu. Mengutamakan kepentingan organisasi akan memudahkan kita mendapatkan dukungan (support) dari manajemen. Tujuan ini perlu dikomunikasikan, bukan hanya kepada manajemen, tetapi juga kepada yang lain. Alasannya,  selain untuk dukungan, komunikasi juga akan mengurangi kesalahpahaman. Kita perlu ingat bahwa banyak kebencian, ketidaksetujuan atau penolakan yang disebabkan kesalahpahaman ini.    

Yang paling penting adalah membuktikan. Ketika kita punya inisiatif, pasti ada sejumlah tanggapan yang nadanya berbeda-beda. Ada yang mendukung dan ada yang menuduh. Ini harus masuk pada kalkulasi kita. Jika kita sanggup membuktikan bahwa apa yang kita lakukan ini bukan untuk kepentingan pribadi, pasti orang lain akan percaya, meski tidak semuanya suka. Untuk kepentingan pengembangan-diri, mendapatkan kepercayaan itu biasanya jauh lebih kita butuhkan ketimbang sekedar hanya disukai orang.

Keempat, pilihlah yang "soft". Ada dua pilihan untuk mengemukakan ide, gagasan atau inisiatif di hadapan orang lain, terutama jika jumlahnya banyak. 

  • Pilihan yang pertama adalah cara yang "soft": lembut, mengedepankan orang banyak, bertahap, memahami orang lain lebih dulu, mempraktekkan seperti cara air mengalir dan seperti watak air yang fleksibel,  menggunakan influence (kekuatan pengaruh), dan seterusnya. 
  • Pilihan yang kedua adalah cara yang "hard": menginginkan perubahan drastis dan seketika, menggunakan power jabatan atau power lain, menyalahkan yang sudah ada, membongkar yang sudah ada, meniru watak kayu yang keras, dan seterusnya.


Dua-duanya sah kita gunakan sesuai keadaan tetapi butuh syarat yang tidak sama. Cara yang hard menuntut syarat yang lebih banyak dan lebih besar. Kenapa? Cara yang hard lebih sering menimbulkan penolakan, konflik, kegoncangan, penyerangan, dan lain-lain. Sejauh kita memiliki power untuk mengatasi itu semua dan keadaannya juga menuntut perubahan yang cepat, tentu tidak ada masalah. Tapi kalau tidak memiliki, cara yang soft jauh lebih efektif. Banyak keberhasilan yang diraih para nabi atau para pemimpin dunia dengan cara yang soft ini. Bahkan menurut Tao, yang soft ini bisa mengalahkan yang hard.  

Kelima, libatkan orang lain. Jika kita hanya melibatkan diri sendiri untuk inisiatif yang kita miliki,  ini memang sudah bagus. Tapi akan lebih bagus lagi kalau kita bisa melibatkan orang lain. Pelibatan orang lain bisa dalam hal pemikiran atau pelaksanaan (terlibat dalam melaksanakan inisiatif), teamwork, bimbingan, dukungan, kerjasama, dan lain-lain.

Terlepas dari masalah itu, satu hal yang perlu kita sadari adalah: orang yang meninggalkan usaha dalam meningkatkan inisiatifnya di tempat kerja, akan menderita kerugian dalam bentuk turunya nilai kapasitas "SDM-nya". Ini artinya yang paling rugi, untuk jangka panjang, adalah kita 

Itulah sebagian panduan berinisiatif dalam organisasi. Meskipun niat kita baik, tetapi untuk merealisasikan niat yang baik itu terkadang tidak mudah. Dan seperti yang sudah kita singgung di muka, jika kita belum berhasil memunculkan inisiatif untuk perbaikan orang banyak atau organisasi, yang tidak boleh kita tinggalkan adalah memunculkan inisiatif untuk perbaikan diri sendiri yang tidak bertentangan dengan perusahaan atau yang sejalah dengan harapan perusahaan. Ini jauh lebih mudah dan bisa kita lakukan kapan saja.
"Jika yang kita miliki baru gagasan, gagasan itu hanya bisa diterima oleh segelintir orang, tetapi jika yang kita miliki sudah komitmen, komitmen itu bisa diterima oleh semua orang."

Semoga bermanfaat !!


Sumber : http://www.e-psikologi.com/epsi/industri_detail.asp?id=488

0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Situs UTAMA

Terkait dengan edianya: Macan Software

klik DISINI

Tayangan minggu lalu

page title images

page title images

<======================================= =>

Microsoft Home Page
Google Support
Adobe Solutions

 
Copyright © 2010-2013 WARNING, All rights reserved
Design by DZignine . Powered by Blogger
Top